Rabu, 16 Mei 2018

Agama dan Persatuan


Agama, adalah suatu ide dari kepercayaan yang dipegang kukuh oleh umat manusia sebagai pedoman hidup, juga matinya. Agama, berbicara tentang hal ini bagai mematik api di dekat tabung gas yang bocor. Meledak dan berbahaya, orang-orang yang berani angkat bicara tentang agama, baik seorang nabi, rabbi, pendeta atau-pun rakyat biasa adalah mereka yang bernyali besar. Bismillah semoga saya tidak salah kata.

Namun, untuk masalah persatuan, integrasi bangsa Indonesia, apakah agama adalah alat terbaik ?. Dilihat darimanapun, kita semua tahu syarat dari integrasi adalah persamaan. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat ratusan, bahkan ribuan agama. Walaupun semua agama mengajarkan perdamaian dan kasih sayang, tetap syari’at, tata cara, dan kebiasaan setiap agama pasti beragam. Jangkauan berbeda agama, sesama Islam namun berbeda aliran-pun sembahyangnya sudah berbeda. Sesama nasrani namun aliranya sudah lain lagi yang disembahnya. Hal-hal ini memicu pertikaian, bahkan beberapa rumah ibadah menghalalkan umatnya untuk membunuh siapa saja yang berbeda pendapat.

Jangankan indonesia yang beragam agamanya, Israel dan Palestina saja yang notabenanya hanya merebutkan sebidang tanah atas nama-dua agama yang berbeda terus berperang selama beberapa dekade ini. Di Timur Tengah misalnya, dari Suriah hingga Iran dan Iraq, terus-terusan bertikai walaupun sesama muslim. Sedangkan di Amerika, yang kebanyakan penduduknya adalah Atheis, rasa kemanusiaan dan persatuan terasa makin waktu makin erat. Memang belum sempurna, namun lambat laun mendekati sistem Integrasi yang sesungguhnya. Berbagai gerakan untuk menciptakan persatuan terus digalakan, bahkan perpecahan mulai terjadi ketika Presiden Trump mendeklarasikan “Muslim Ban”, sebuah larangan dan pendeportasian umat Muslim dari Amerika. Agama lagi, agama lagi.

Memang agama mengajarkan toleransi dan mengelukan kata maaf. Namun, dengan agama yang merupakan pedoman sehidup dan sematinya manusia, muncullah rasa superioritas dan fanatisme. Tiap-tiap individu mulai merasa agama merekalah yang terbenar dan yang terbaik. Bahkan, saat melewati seorang wanita cantik dengan kalung salib di lehernya, ibu saya berkata “ cantik ya, tapi sayang masuk neraka”. Padahal setahu saya, yang menentukan surga dan neraka adalah Tuhan. Bukan ibu saya, bukan saya, bukan juga orang lain. Nah, inilah yang disebut bibit-bibit superioritas dana fanatisme. 

Untuk itu, saya percaya bahwa agama bukanlah sarana terbaik untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Biarlah agama menjadi urusan pribadi masing-masing, doakanlah orang-orang yang menurutmu salah. Bukan memaki atau-pun memukul. Saya percaya bahwa sarana pemersatu bangsa yang terbaik saat ini adalah paham kemanusiaan. Karena, saat manusia mulai memandang orang lain sebagai “seorang manusia”, terlepas dari agama, suku, maupun perbedaan lainya, disitulah mulai terbentuk persatuan. 


Karya :  Nirvana Latifah
 


1 komentar:

  1. Pak tolong sampaikan ke dek Nirvana tulisannya keren dan berani!!

    BalasHapus