Agama,
adalah suatu ide dari kepercayaan yang dipegang kukuh oleh umat manusia sebagai
pedoman hidup, juga matinya. Agama, berbicara tentang hal ini bagai mematik api
di dekat tabung gas yang bocor. Meledak dan berbahaya, orang-orang yang berani
angkat bicara tentang agama, baik seorang nabi, rabbi, pendeta atau-pun rakyat
biasa adalah mereka yang bernyali besar. Bismillah semoga saya tidak salah
kata.
Namun,
untuk masalah persatuan, integrasi bangsa Indonesia, apakah agama adalah alat
terbaik ?. Dilihat darimanapun, kita semua tahu syarat dari integrasi adalah
persamaan. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat ratusan, bahkan ribuan
agama. Walaupun semua agama mengajarkan perdamaian dan kasih sayang, tetap syari’at, tata cara,
dan kebiasaan setiap agama pasti beragam. Jangkauan berbeda agama, sesama Islam
namun berbeda aliran-pun sembahyangnya sudah berbeda. Sesama nasrani namun
aliranya sudah lain lagi yang disembahnya. Hal-hal ini memicu pertikaian,
bahkan beberapa rumah ibadah menghalalkan umatnya untuk membunuh siapa saja
yang berbeda pendapat.
Jangankan
indonesia yang beragam agamanya, Israel dan Palestina saja yang notabenanya
hanya merebutkan sebidang tanah atas nama-dua agama yang berbeda terus
berperang selama beberapa dekade ini. Di Timur Tengah misalnya, dari Suriah
hingga Iran dan Iraq, terus-terusan bertikai walaupun sesama muslim. Sedangkan
di Amerika, yang kebanyakan penduduknya adalah Atheis, rasa kemanusiaan dan
persatuan terasa makin waktu makin erat. Memang belum sempurna, namun lambat
laun mendekati sistem Integrasi yang sesungguhnya. Berbagai gerakan untuk
menciptakan persatuan terus digalakan, bahkan perpecahan mulai terjadi ketika
Presiden Trump mendeklarasikan “Muslim Ban”, sebuah larangan dan pendeportasian
umat Muslim dari Amerika. Agama lagi, agama lagi.
Memang
agama mengajarkan toleransi dan mengelukan kata maaf. Namun, dengan agama yang
merupakan pedoman sehidup dan sematinya manusia, muncullah rasa superioritas
dan fanatisme. Tiap-tiap individu mulai merasa agama merekalah yang terbenar
dan yang terbaik. Bahkan, saat melewati seorang wanita cantik dengan kalung
salib di lehernya, ibu saya berkata “ cantik ya, tapi sayang masuk neraka”.
Padahal setahu saya, yang menentukan surga dan neraka adalah Tuhan. Bukan ibu
saya, bukan saya, bukan juga orang lain. Nah, inilah yang disebut bibit-bibit
superioritas dana fanatisme.
Untuk
itu, saya percaya bahwa agama bukanlah sarana terbaik untuk mempersatukan
bangsa Indonesia. Biarlah agama menjadi urusan pribadi masing-masing, doakanlah
orang-orang yang menurutmu salah. Bukan memaki atau-pun memukul. Saya percaya
bahwa sarana pemersatu bangsa yang terbaik saat ini adalah paham kemanusiaan.
Karena, saat manusia mulai memandang orang lain sebagai “seorang manusia”,
terlepas dari agama, suku, maupun perbedaan lainya, disitulah mulai terbentuk
persatuan.
Karya : Nirvana Latifah
Pak tolong sampaikan ke dek Nirvana tulisannya keren dan berani!!
BalasHapus