Pernikahan adalah hal
yang paling didambakan oleh tiap pasangan, tujuanya tak lain yaitu membentuk
kekonsistenan dalam hubungan dan juga mencetak generasi selanjutnya sebagai
buah hasil ikrar yang disematkan secara sah. Bahkan Rasul kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam menisbatkan
bahwa orang yang menikah yaitu orang yang menyempurnakan setengah ibadahnya,
artinya baik secara hitungan matematis dunia maupun kaidah keagamaan pernikahan
adalah hal yang vital selama perjalan kita di dunia dan akhirat.
Namun patut kita
sadari, pernikahan juga bisa menjadi boomerang ketika kita hanya memahami
secara kontradiktif dan sempit. Dimana silau kenikmatan pernikahan dipakai
sebagai pemuas nafsu hati untuk menempatkan diri secara status sosial tanpa
mengetahui bagaimana ilmu tentang pernikahan itu tersebut. Maka tak jarang
seseorang mendapatkan jalan buntu ketika pernikahan memasuki masa yang sudah
cukup lama.
Lalu, sudahkah kita
sepatutnya memantaskan diri kita sebagai seseorang yang ada di pelaminan ?,
atau sudahkah anda menyiapkan setengah ibadah lagi dengan baik ?. Pertanyaan
ini sering timbul ketika penulis harus memutuskan untuk menikah, alasanya tak
lain karena kebanyakan dari kita lebih menjelaskan pernikahan sebagai visi yang
mudah dicapai ketika penalaran pernikahan dibentuk dengan mendapatkan pasangan
terlebih dahulu. Sehingga kita melupakan bahwa tugas pokok kita yaitu taat
kepada Allah Subhanahu wata'ala dan Rasulnya, kelalaian dalam memandang konsep
pernikahan tak lain karena sedikitnya kita berilmu tentang ketauhidan. Individu
yang bertauhid takan risau jika pasangan tak kunjung datang, dia akan terus
berdoa dan berikhtiar sesuai syari’at. Skala prioritasnya-pun adalah
menancapkan keimanan sekuat mungkin agar tak mudah goyah dengan arus kekafiran
dan kakufuran di dunia.
Tujuan menikah sendiri
adalah menghindari diri ini dari perzinahan, dan merupakan solusi paling jitu
meredam nafsu birahi yang tertanam dalam tubuh kita. Hal ini telah disebutkan
oleh Allah Subhanahu wata'ala dalam firmannya di surat Al A’raf ayat 189 bahwa
“dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia
menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia
merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya
(suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: sesungguhnya
jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang
yang bersyukur". Selain itu, dalam surat Al Isra ayat 32 ditegaskan oleh
Allah bahwa “dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk’. Kedua ayat ini jika
kita ilhami secara hakiki sudah berkorelasi dengan apa yang dikatakan oleh
penulis tentang fungsi pernikahan itu tersebut. Akan tetapi jika kita hanya
mengkroscek ayat tersebut tanpa pembendaharaan pengetahuan yang luas maka sudah
barang tentu kita tak bisa memahami maknawiah perkataan Allah. Mengapa
demikian, dalam hadist Bukhari dan Muslim dikatakan bahwa “Barang siapa
menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki
ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat,
wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan
kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. Lalu disambung
dengan perkataan Imam Syafi’i yaitu “barangsiapa yang teka pernah merasakan
lelahnya mencari ilmu, maka akan meminum kehinaan kebodohan pada sisa
hidupnya”. Artinya disetiap pengantar dari amalan yang kita lakukan haruslah
didasari dengan keterang yang pasti dan ilmu yang memaknainya dengan jelas
juga. Inipun berlaku pada konsep pernikahan dimana keduanya menjadi satu bagian
yang terpisahkan. Oleh karena itu tak bisa kita menganggap bahwa mempercepat
pernikahan adalah solusi, sementara ilmu yang ditanam baru seumur jagung,
sebaliknya menunda dengan alasan mencari ilmu hingga akhirnya melupakan tujuan
utama berilmu itu sendiri tanpa ada uzur yang jelas bukan pula jalan yang
terbaik untuk dilalui. Wallahu a’lam bish-shawabi.
Oleh : Rizal Ahmad
Semangat sekolah menuju rumah tangga sejahtera=))
BalasHapusPak,request bahas politik
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus