Senin, 02 Oktober 2017

Menggoreng isu “KOMUNISME” lewat pencerdasan diri



Kebangkitan komunisme di era presiden jokowi menjadi topik hangat masyarakat kita hari ini, di tengah beragam masalah sosial yang dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat indonesia isu tersebut mampu memperkeruh penderitaan bangsa ini. Adu serang argumen serta manipulasi informasi membuat jati diri masyarakat dalam keadaan anomi, belum lagi isu ini mampu diakses oleh beragam kalangan dan usia lewat media sosial yang tersedia disetiap Gadget pemiliknya.

Jelas hal ini bukan-lah perkara enteng, munculnya isu HOAX yang mudah dipercaya membentuk kesenjangan antara fakta sejarah dan prespektif suatu kejadian lewat sejarah. Sehingga secara gamblang kita mampu menelusuri isu komunisme lewat media sosial tanpa harus mengetahui keabsahannya.



Tak hanya itu, karakteristik masyarakat kita yang selalu mengedepankian primodialisme dan etnosentrisme menghadirkan perkara yang lebih parah lagi dalam isu komunisme kali ini, hal tersebut dapat kita telisik dari pendapat warga indonesia yang masih memegang erat dendam lama 30 september 1965. Namun yang menjadi pergunjingan dalam menyikapi komunisme tak kala isu tersebut kembali digulirkan secara serentak masyarakat menjadi buas dan liar memandang perkara tanpa ada landasan dasar  yang empiris. Lucunya ketika salah satu Nettizen berhasil menghakimi idelogi komunisme adalah hantu nyata, mereka tak mempunyai info yang valid dan mampu dipertanggung jawabkan dari mana mereka mendapatkan kajian bahaya laten komunis. Lalu setelah itu tak segan-segan mereka me-repost asumsi tersebut sehingga lambat laun seakan-akan argumen atau gambar yang ditampilkan adalah riset yang telah diuji kebenaranya.

Bukan tanpa sebab jika penulis sedikit menyindir antusiasme masyarakat dalam menyikapi komunis, hanya saja perlu pandangan yang jernih dalam memahami isu global yang secara sengaja menggiring prespektif kita. Selain itu pemahaman lewat media sosial soal komunisme perlu kita kaji kembali dengan membaca dari beragam sumber dan kita uji kembali hal tersebut lewat riset kecil, sehingga masyarakat menjadi cerdas dalam memahami kebenaran suatu isu yang sedang viral dibicarakan.

Selanjutnya harapan penulis kepada masyarakat yang sudah menonton penghiatanan G30SPKI lewat media sosial, jangan sampai kita menjadi warga internet yang terburu-buru dalam menggulung isu, menggoreng isu, hingga memakan isu. Kebencian tentang komunisme harus kita lanjutkan secara ideologi tetapi penyikapan yang baik serta informasi yang valid dan dapat diuji keabsahannya haruslah jadi budaya yang didifusi, sehingga ketika banyaknya pro dan kontrak dalam memahami sebuah problematika kita sudah yakin bahwa sebuah kebenaran akan terungkap jika rasa sabar dan mau mengkaji menjadi pilihan pertama dibanding mempercayai media sosial yang sedang viral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar